Selamat Datang di Mukhrizal Blog

sebuah Kebanggan bagi saya atas kunjungan Anda ke Blog ini, semoga apa yang bisa saya tuangkan di Blog ini bisa bermanfaat bagi Kita semua.
Kritik, saran dan masukan anda selalu saya Tunggu Demi Perbaikan saya Dalam segala hal..

Entri Populer

Kamis, 31 Desember 2009

TAFSIR

TAFSIR SURAT AL LUQMAN AYAT 14

Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.

Allah SWT telah memerintahkan dan menekankan manusia untuk memperlakukan kedua Ibu-Bapaknya dengan hormat dan mulia. Dari kedua Ibu-Bapak, Ibu mendapat hak lebih besar daripada Bapak karena alasan yang disebutkan pada ayat di atas[1].

Nabi Muhammad SAW bersabda:


“ Layani Ibumu, kemudian Ibumu, kemudian Ibumu, kemudian Bapakmu, kemudian saudara-saudara terdekatmu kemudian saudara-saudara jauhmu[2].”

Sesungguhnya, Allah SWT telah memberikan kedudukan yang terhormat dan termulia untuk semua Ibu berdasarkan beberapa alasan:

1. Ibu mengalami penderitaan yang berat ketika sedang hamil dan melahirkan anaknya.
2. Ibu Memberikan makan pada anaknya baik ketika dalam kandungan maupun sesudah lahirnya

3. Biasany ibu lah yang mendidik anak dan melayani kebutuhan anak baik siang atau malam
4. Ibu mengajar dan mendidik anaknya.
Para psikolog menyebutkan bahwa pelajaran dan pendidikan di masa balita adalah faktor yang sangat menentukan di dalam membentuk kepribadian seorang anak. Terbukti bahwa orang-orang besar dilahirkan oleh Ibu-Ibu yang besar juga.

Di atas segalanya, menghormati seorang Ibu adalah wajib karena Allah SWT telah memerintahkan kita untuk melakukannya. Sayang sekali banyak para Ibu yang menyalahgunakan penghargaan yang diberikan Allah SWT ini. Banyak Ibu yang memaksakan kehendaknya terhadap anak-anaknya dan mereka memilih untuk menuruti kemauan Ibu mereka. Ini menyebabkan peran Bapak menjadi tidak efektif. Sedemikian parahnya sampai sang Ibu bersekongkol dengan anak-anaknya melawan Bapak dalam urusan keluarga, dan struktur keluarga menjadi lemah, bahkan sampai hancur. Para Ibu ini melupakan perintah Allah SWT di dalam Al Qur’an. An Nisa 34

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya , maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

HUKUM MENGHORMATI IBU BAPAK

Para Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib, hanya saja mereka berselisih tentang ibarat-ibarat (contoh pengamalan) nya.
Berkata Ibnu Hazm, mudah-mudahan Allah merahmatinya: "Birul Walidain adalah fardhu (wajib bagi masing-masing individu). Berkat beliau dalam kitab Al Adabul Kubra: Berkata Al Qodli Iyyad: "Birrul walidain adalah wajib pada selain perkara yang haram."[3]

Dalil - dalil Shahih dan Sharih ( jelas ) yang mereka gunakan banyak sekali , diantaranya:

1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala An Nisa’ : 36


Sembahlah Allah dan janganlah ,mempersekuukan nya dengan sesuatupun,dan berbuat baiklah pada dua orang tua mu ( Ibu dan bapak )

Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah, dan perintah disini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini[4].

2. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala QS. Al Isra’: 23

(artinya): "Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya".


Kedudukan Berbakti kepada Orang Tua dan keutamaannya[5]
a. Penyebutannya bersamaan dengan perintah ibadah kepada Allah :

" Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri" (4:36).

b. Salah satu amal yang sangat dicintai Allah
c. Dia merupakan syari'at Allah pada umat sebelumnya
d. Ridho Allah tergantung ridho kedua orang tua
e. Menambah umur dan rezeki
f. Sebab dikabulkannya do'a
g. Sebab masuk surga Allah

Ancaman Durhakan kepada Kedua Orang Tua

a. Dia merupakan dosa besar
b. Sebab murkanya Allah SWT
c. Mempercepat siksaan di dunia
d. Diterimanya sumpah bapak terhadap anaknya
e. Terhalangnya masuk surga

Gambaran Durhaka Kepada Kedua Orang Tua
Menyakiti dengan ucapan :
a. Mengatakah "ah" ketika di Perintah
b. Berkata kasar
c. Nyumpahin kedua Orang tua
d. Menggibahinya
e. Mendustainya
f. Mencacinya
g. Membuat sebab orang mencacinya
h. Dan lain-lain

Menyakiti dengan Perbuatan :
a. Memukulnya dan melebihi dari memukulnya
b. Mengulurkan tangan untuk berbuat jahat kepadanya

Menyakitinya dengan sikap :
a. Berdosa kepada keduanya
b. Mencla mencle dalam mengurus urusan kedua orang tuanya
c. Meninggalkan orangtua (melepaskan diri dari kedua orang tua)

Wasilah-wasilah berbuat baik kepada keduanya
a. Mentaati keduanya yang tidak maksiat kepada Allah
b. Menghormati keduanya
c. Merendahkan hati kepada keduanya
d. Memuliakan keduanya dengan ucapan dan perbuatan
e. Membantunya dengan harta
f. Menyambung silaturahmi
g. Mendo'akan dan memintakan ampun untuk keduanya
h. Memenuhi janjinya
i. Memuliakan sahabat dekat keduanya
j. Meminta izin kepada untuk berjihad keduanya

BATAS MENYUSUI SEORANG ANAK

Dalam tradisi kita, dikenal luas istilah “penyapihan anak”. Yakni, masa pemutusan atau pemberhentian penyusuan anak dari ibunya. Oleh masyarakat, cara ini dilakukan dengan berbagai bentuk. Di antaranya adalah dengan memisahkan [paksa] anak dari pergaulan ibunya sehari-hari, atau sang ibu memakan makanan yang membuat rasa air susunya tidak disukai oleh anak, sehingga sang anak tidak lagi mau menyusu. Ini dilakukan dengan berbagai motif. Di antaranya adalah karena memang sudah tiba saatnya anak untuk disapih, akibat ada masalah dengan payudara ibu, atau karena keengganan ibu untuk menyusui anaknya. Berkaitan dengan kasus ini, al-Qur’ân tegas menyatakan bahwa batas waktu

boleh menyapih sebaiknya adalah ketika anak telah berusia dua tahun. Batas waktu ini berkait dengan batas maksimum kesempurnaan menyusui. Karena itu, sifat batas waktu ini tidak imperatif [ghairu mulzimun bih], tetapi lebih sebagai keutamaan dan kesempurnaan. Apabila memang hendak disapih sebelum batas maksimum ini, maka sebaiknya dimusyawarahkan dan dipertimbangkan secara matang antara bapak dan ibunya. Musyawarah penting dilakukan untuk menjamin hak-hak anak dalam memperoleh kehidupan dan kesehatan yang layak, dan jangan sampai penyusuannya membuat kesengsaraan [madlarat] bapak maupun ibu anak itu. Ini ditegaskan dalam surat al-Baqarah (2) ayat 233, surat Luqmân (31) ayat 14, dan surat al-Ahqâf (46) ayat 15.

Padahal boleh jadi penyapihan ini, terutama apabila kurang dari dua tahun, bisa berdampak negatif bagi anak. Oleh karena itu, ketentuan Allah di atas menjadi penting baik dalam konteks pemeliharaan hak-hak anak untuk memperoleh susuan maupun dalam konteks penghargaan hak-hak ibu untuk menikmati kesehatan dan kenyamanan dalam kehidupannya.

Atas dua pertimbangan ini, Allah memberikan keringanan [rukhshah] bisa menyapih anak kurang dari usia dua tahun, asalkan telah dimusyawarahkan di antara bapak dan ibu. Sebab diakui dalam kenyataan kehidupan anak-anak ada di antara mereka yang sudah mampu memakan makanan yang keras [taghaddi] sebelum berusia dua tahun. Akan tetapi, dalam konteks ini diperlukan pertimbangan yang masak dan kehati-hatian yang tinggi dari orang tua. Karena merekalah yang paling menyayangi dan mengetahui rahasia anak. Orang tua dilarang melakukan hal-hal yang memadharat- kan anak. Demikian juga anak tidak boleh menjadi madlarat bagi kehidupan orang tuanya.[6]

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mushthafa al-Maraghiy, Tafsîr al-Marâghiy, Juz I,

Al Adaabusy Syar’iyyah 1/434

Tafsir Ibnu Katsir, 2/213

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya Nomor 1794).

Mimbar @ KotaSantri.com



[1] Tafsir Ibnu Katsir, 2/213

[2] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya Nomor 1794).

[3] Al Adaabusy Syar’iyyah 1/434

[4] Al Adaabusy Syar’iyyah 1/434

[5] Mimbar @ KotaSantri.com

[6] Ahmad Mushthafa al-Maraghiy, Tafsîr al-Marâghiy, Juz I,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar